Di tahun 1905
masehi, tepatnya di sigapura terjadi sebuah peristiwa yang menjadi sebab
meletusnya perseturuan sosial dan politik serta problem religius di antara para
hadharim yang berada di Indonesia dan sekitarnya (asia), begitu juga daerah
asal mereka di yaman. Beranjak dari peristiwa itu kemudian membuat kaum
muhajirin hadramaut terpecah menjadi dua kelompok: kelompok alawiyin dan
kelompok al-irsyad.
Peristiwa yang
terjadi hingga menyebabkan perpecahan di awali dari pernikahan seorang syarifah
dengan suami hindi (orang asal india) dan bukan dari syarif,
setelah pernikahan itu salah satu warga
hadramaut yang berdomisili di singapura mengirimkan surat permintaan fatwa pada
syeh al-allamah Muhammad rashyid ridha seorang ulama asal mesir yang menanyakan tentang keabsahan pernikahan ini. Yang
kemudian syeh muhammad menjawab dengan keabsahan pernikahan itu, sebagaimana di
cantumkan di majalah almanar mesir dengan tanggal terbit 21 mei 1905.
Fatwa yang telah
keluar membuat geram sebagian alawiyin, yang mana membuat al-habib umar
bin salim al-athas juga mengeluarkan fatwa yang intinya menentang keputusan
fatwa dari syeh Muhammad rashyid ridha tentang keabsahab nikah seorang syarifah
dengan selain syarif, dan beliau juga melarang pernikahan tersebut
walaupun semua pihak keluarga syarifah menyetujui pernikahanya.
Di awali dari pernikahan
syarifah asal singgapura ini yang kemudian meluas pada permasalahan
boleh tidaknya pernikahan alawiyah (dalam arti yang umum) dengan selain alawy.
Syeh Muhammad rashyid menjawab fatwa yang di keluarkan oleh habib umar, dan
fatwa balasan syekh Muhammad rashyid kemudian di balas lagi oleh sebagian kaum
alawy. Di pertengahan banding antara kubu alawy dengan syeh Muhammad,
keluar lagi fatwa yang berasal dari syeh ahmad assurkaty yang menyatakan
kebenaran fatwa syeh Muhammad rashyid.
Setelah
perdebatan yang panjang kelompok muhajirin asal hadramaut selain kaum alawiyin
yang terdiri dari masyaikh dan qabail membuat sebuah organisasi
yang di beri nama (asosiasi al-islah wal irsyad alarabiah) di
deklarasikan di tahun 1941 M. di samping organisasi mereka juga mendirikan
sekolah di tahun 1915 M. yang di ketuai oleh syeh sa’id musy’abi dan
sebagai ketua yayasan madrasah syeh ahmad assukarty.
Organisasi al-irsyad mendirikan
cabang-cabang dari organisasinya di banyak kota, begitu juga mencetak majalah
yang bernama al-irsyad. Salah satu tujuan utama kelompok al-irsyad ialah
menyamakan kedudukan bagi setiap manusia tanpa memandang nasab, dan mereka juga
menyebut semua orang dengan sebutan sayyid.
Kelompok alawiyin-pun tidak
terlambat untuk membuat sebuah oraganisasi dan sekolah-sekolah, dan organisasi
terbesar milik alawiyin di kenal dengan rabithah alawiyah. Perseturuan
antara alawiyin dan irsyadiyin melebar tidak hanya dalam masalah
pernikahan, menjadi perseturuan social yang berujung hingga pembakaran
madrasah-madrasah mereka, begitu juga terjadi beberapa kali perseturuan yang
mengkaibatkan jatuhnya sejumlah korban.
Perseturuan ini telah menciptakan
perpecahan berbahaya yang di pandang oleh sebagian orang hadramaut sebagai
ancaman untuk generasi penerusnya. Adapun sebagian pemimpin-pemimpin mereka hal
ini dianggap membahayan jalanya dakwah agama islam dan penyebaranya di sebagian
wilayah asia. Oleh karena itu mereka mengupayakan adanya perdamaian antara kubu
alawiyin dengan al-irsyad baik dari daerah asal mereka yaitu hadramaut dan juga
dari mereka yang telah berhijrah di sebagian daerah asia.
Pada dasarnya perseturuan ini
memang berakibat buruk bagi kehidupan generasi yang akan datang dan juga
berakibat pada kehidupan penduduk hadramaut. Akan tetapi perseturuan ini juga
menghasilkan akibat yang positif diantaranya:
·
Saling bersaingnya dua kubu
dalam membangun madrasah-madrasah di daerah mereka.
·
Bersaing dalam penyebaran ilmu.
·
Kesadaran akan pentingnya
pendidikan bagi kaum hawa di waktu itu, yang di realisasikan dengan pembangunan
sekolah wanita oleh alirsyad di tiga kota besar di Indonesia: Jakarta, Surabaya
dan pekalongan. Begitu juga mereka memberikan beasiswa bagi murid-murid mereka
yang berprestasi ke mesir di waktu itu.
·
Munculnya kesadaran akan
perlunya kerukunan dan pembaharuan yang di resmikan pada kongres hadrami I
di kota syihir hadramaut dan di kongres hadrami II yang di adakan di
singapura.
Inilah sebagian yang bias kami terjemahkan dari salah satu
kitab sejarah perjalanan hadramaut mudah-mudahan menjadikan kita tahu betapa
penting arti perjuangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar